Senin, 16 Maret 2009

Rebutan Pembesar: Setu dan Sekitarnya di Mata Warga


Di balik suasana yang tenang, adem, dan indah, setu "Tujuh Muara-Sawangan" ternyata menyimpan banyak kisah menarik. Termasuk ihwal konflik para pembesar untuk menguasai kawasan ini. Berikut penuturan salah satu warga lokal, diambil dari blog www.gangjambu.blogspot.com:

"Itu tanah pak jendral, luas benner..ampe ujung setu (danau)! dalemnya ada peternakan kuda, kebonnya gede bener. Kalau malam pan saya kagak berani lewat situ.

Gelap...ihhh serremmm".

"Belakang sono pan dulunya mau buat sutet, tapi ada tanah pak jendral tuh..., jadi
kagak jadi".

"Kuda pak jendral udah pada kosong sekarang, dulu ratusan, harga se-ekornya jutaan. Kalau sakit atau pincang, ditembak dan dikubur gitu aja".

Begitulah kira-kira mpok tukang sayur, bang mandor atau cerita penjaga kebun para tetangga kami saat mampir kerumah tentang misteri dibalik benteng tinggi hektaran tanah di gang jambu. Dulu semua serba misteri, tetapi melalui satelit kami bisa mengintip. Di sekitar gang jambu ada tanah maha luas (mungkin panjang 2 KM lebar 1 KM untuk satu spot) milik malaikat para "jendral", tidak tahu siapa jendral itu, konon sudah uzur tidak punya anak. entah jenderal beneran, atau sekedar birokrat yang nakut-nakutin warga dengan kata jendral yang bikin bergidik kalau mau ngapa-ngapain. Yang jelas tanah pak jendral menjadi pagar bibir danau sisi barat daya. Untungnya gang jambu bertahan punya jalan kampung untuk tetap bisa akses ke danau dari beberapa sisi.

Diseberang jalan gang jambu (baru tahu dari satelit), penuh dengan tanah-tanah luas, dan baru nngggehh bahwa tetangga sering bilang ada tanah menteri untuk jualan tanaman (bisnis nursery), atau tanah konglomerat buat bisnis plesiran. Yah...persis sebrang gang jambu adalah pemancingan permata buana, lengkap dengan kolam renang, cottage dan restoran. Tapi rumah kami masuk gang, bertetangga dengan komunitas nano-nano!.

Konglomerat memagar danau rakyat

Masih ingat awal kami beli tanah se-uplik di gang jambu th 93-an, kami sering dengar cerita konflik serius warga sekitar danau Bojongsari dekat rumah kami dengan pemilik Telaga Golf beberapa tahun lalu. Tahun 1995 saat kami pindah kesitu kelihatannya agak "mereda". Pemilik telaga Golf rajin undang artis dari Titi DJ, Koesploes, Saski-geofani, dll untuk meluluhkan hati warga dengan hiburan gratis. Telaga golf sekarang menjadi megah, indah dan pasti menyimpan marah korban yang susah punah. Pernah kunjungi Aquatic fantasy? disitulah tempatnya. Klik: http://www.telagagolf.com/. Lokasi ini diseberang danau sisi gang jambu dan 1,5 km dari rumah kami. Kebayang kalau kami sudah ada di situ pasti ikut seru.

Ibaratnya danau adalah gambar orang/monster berdiri membelakang (biar lebih jelas, klik peta dari satelit diatas foto) maka telaga golf mengelilingi punggung hingga sisi luar kaki kanan danau ini. Lalu sisi selangkang, mengitari sisi luar kaki kiri hingga ketiak lebar dan sisi luar tangan kanan adalah milik Bakri group dengan Sawangan golf, yang juga menghamparkan bisnisnya, lengkap dengan cottage, area golf maha luas, 2 kolam renang untuk standard atlet nasional. Terbuka untuk umum...Berputar ke arah punggung tangan adalah milik diklat P&K. Selebihnya adalah milik para jendral-jendral yang tak bernama, atau milik orang Jepang, atau milik orang Jakarta. Oh ya, Oppie Andaresta artis penyanyi juga tinggal ditepi danau ujung jalan gang jambu.

Kenapa telaga Bojongsari menjadi rebutan?? rupanya telaga ini paling luas se Depok (kalau diukur via satelit kira-kira sekitar 850X1100 m2). Suasananya masih hijau, rakyat/komunitas sekitar situ rata-rata masyarakat betawi, pendidikan rendah yang dipikir asik jadi sasaran empuk karena minim resistensi. Tetapi mungkin pemerintah malu setelah konflik dengan Telaga golf. Makanya dinas pariwisata memberikan secuil sisi ketiak kanan danau untuk arena hiburan rakyat dan sisi-sisi beberapa tepi pundak dan leher danau dibuat jogging track. Tiap minggu ada dangdutan, warung apung dan buat mojok pasangan-pasangan juga.

Kami rajin jalan pagi sekitar danau, menikmati ikan asap uda, cari ranting atau kembang kering juga menikmati dangdut sambil pesan ikan bakar di saung. "maju! maju gih, yuk nyanyi kepanggung" begitu kata ayah ngajak atau ndorong ibu nyanyi di tengah hiburan kampung pinggir danau. Vikra Vinda langsung marah "norak, norak, pulang nih kita". he..he.. ya..beginilah kami para rakyat menikmati danau kami sebelum dipagar para konglomerat. Kita hidup bersama orang susah tapi dikelilingi fasilitas megah. Kata ayah, kita tinggal di kampung, tapi fasilitas real estate!.

Beginilah secuil cerita socio-demografis kami dan sekitar rumah kami.

(diambil dari yunich1@yahoo.com, www.gangjambu.blogspot.com)

Minggu, 15 Maret 2009

Trek Favorit untuk Bersepeda




Setu Tujuh Muara jelas sudah dikenal luas para pecinta mancing, juga pesepeda. Tulisan berikut salah satu contohnya. Diambil dari blog www.hsgautama.multiply.com. Tulisan ini muncul juga di Fishingforum, forumnya penggila mancing:

Setu Tujuh Muara adalah nama yang bisa jadi engga dikenal dengan baik oleh semua orang. Tapi jika disebut dengan nama “modernnya” yakni: setu Sawangan Golf, hampir setiap orang paham itu ada dimana. Penduduk di sekitar wilayah Pondok Petir (yang betul di wilayah Kecamatan Sawangan, red) tahu betul lokasi ini karena setu ini memang terhampar di dekat mereka. Pondok Petir sendiri adalah wilayah kampung penuh jalan kecil dan “pengkolan” mirip labyrinth rumit yang bisa dicapai dari Pondok Cabe (yang dimaksud pasti kawasan desa Kedaung dan Bojongsari, 2 desa dimana setu ini berada). Sedangkan buat penduduk Jakarta sendiri, jika mondar mandir Ciputat ke Bogor via jalan raya Parung, pasti lokasi lapangan golf Sawangan akan dilewati. Posisi setu ini cuma beda 2 km-an dari lapangan golf tsb.

Seperti disebut tadi, disini adalah wilayah perkampungan, maka itu dalam arti sebenarnya. Jalan aspalnya sempit ngepas dipakai buat papasan dengan dua mobil. Dan masuk kedalam gang gang kecilnya penuh dengan jalan tanah merah atau jalan semen hasil swadaya masyarakat sendiri.

Asri teduh, hijau banyak pepohonan. Mirip dengan Pamulang ditahun 1985 an. Permukaan tanahnya tidak flat total, kadang melewati wilayah bukit bukit kecil disana sini yang dibelah oleh beberapa ruas sungai alam. Disini juga banyak tersedia kolam pemancingan penduduk. Rata rata pemancing jabotabek tau betul dengan wilayah ini.

Selain memancing dikolam empang komersiil, disekitar sini ada beberapa danau alam yang lumayan besar, salah satunya tentu saja Setu Tujuh Muara. Namanya lumayan seram dan menimbulkan imaji setan atau kuntilanak. Terminologi mistik ditanah air memang dipenuhi dengan unsur “angka tujuh”, misal: kembang tujuh rupa, air dari tujuh sumber mata air, dstnya. Gak heran, orang kita itu akan paham kenapa angka tujuh selalu dikaitkan dengan pemahaman angker, ghaib, dan sejenisnya.

Disisi danau lebar ini ada lokasi tempat nongkrong buat yang ingin berwisata duduk duduk disaung sederhana. Terletak disebuah lapangan luas (separuh lapangan bola) dari tanah merah, belasan saung ada disitu melayani pemancing, atau orang yg sekedar ingin datang berwisata keluarga atau pacaran.

Soal pacaran, ini adalah pemandangan paling mencolok disini. Silih berganti mereka datang memakai motor atau mobil, anak ABG jangan ditanya deh. Bukan cuma disaung ini, kalo sudah pengen “mojok abis”, maksudnya “mojok pol”, mereka melipir menjauh dari saung dan memilih ditepian telaga luas ini yg dipenuhi oleh ilalang tinggi.
Ketika ditanya kepada penjual warung, seorang ibu muda, kenapa disini diberi nama Setu Tujuh Muara, si ibu ini mikir dengan muka bingung. Lalu dijawab, setu ini ada tujuh muaranya, atau mungkin lebih???

Halah, kalo gitu aja jawabannya semua juga taulah.


Lepas dari cerita di atas, setu ini merupakan salah satu rute favorit buat bersepeda dengan MTB. Jalannya ngepas, jalan setapak penuh lubang hancur dari tanah dan batu. Sebagian kecil merupakan bekas conblock yang sudah rontok disana sini.

Becek, lembab, penuh ilalang tinggi. Cobalah mengelilingi setu ini dengan titik berangkat lokasi wisata saung tadi, maka dengan jalan santai saja bisa didapat jarak 10km. Jika dikombinasikan dengan ngebut dan ngotot, badan bisa lumayan berkeringat dan capek dibahu atau pantat melayani trek yang jelek disekeliling danau.

Apabila masih tidak puas dengan total jarak 10km, masih bisa kok dikombinasikan lagi dengan melebarkan arah perjalanan menjauh dari setu. Jaraknya bisa tak terbatas, tergantung kekuatan masing masing pesepeda saja.

Wilayah ini sangat recommended buat pesepeda jabotabek yang ingin mendapatkan udara segar dan keringat ditrek kampung tapi jaraknya sangat dekat dengan pusat kota.
Sawangan tidak jauh amat, dan bisa dicapai dengan gampang baik dari Cinere, Ciputat, atau Pondok Cabe.

Bintaro, Jombang, dan Serpong sudah makin parah dengan pertumbuhan real estate dan jalan penuh polusi. Area ini masih bisa disebut surga di tengah hiruk pikuk kota yang penuh dengan trek kampung melimpah dan adem.

(Naskah dan foto diambil dari www.hsgautama.multiply.com)

Foto-foto